[movie scene] Kahaani - SAVING MY MEMORIES

Breaking

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Sunday, June 10, 2012

[movie scene] Kahaani


Kalighat Metro Stasiun tampak ramai seperti biasanya. Anak-anak yang pulang dari sekolahnya, ibu-ibu muda dengan anak mereka, serta para laki-laki dengan pakaian kerja mereka. Semuanya berlalu-lalang di salah satu stasiun metro bawah tanah kota Kolkata tersebut dengan tujuan mereka masing-masing. Mereka mengantri tiket, menuruni tangga, hingga akhirnya berebut memasuki gerbong kereta. Arup Basu merupakan satu diantara orang-orang tersebut.

Pintu kereta secara otomatis tertutup ketika Arup Basu berhasil memasuki gerbong kereta. Terlambat satu detik saja ia pasti akan ketinggalan kereta tersebut. Sambil menghela nafas, refleks matanya mengitari orang-orang di sekelilingnya. Gerbong kereta yang dimuatinya kini tampak penuh. Sayup-sayup Arup Basu bisa mendengarkan pembicaraan orang-orang tersebut.

Tepat ketika Arup Basu mulai melangkahkan kakinya di dalam gerbong kereta, telepon genggamnya berbunyi.

“Halo?”

“Ya, aku sudah di dalam kereta.”

“Tas? tas yang mana?”

“Halo? Halo?”

Hubungan terputus. Setengah putus asa Arup Basu memandang telepon genggam yang ada di tangannya. Berada di bawah tanah membuatnya mengalami kesulitan berkomunikasi. Padahal saat ini ia sedang menunggu informasi penting dari si penghubung tersebut. Beruntung tadi si penghubung sempat menyebutkan sedikit informasi dimana ia harus menemukan benda yang ia cari. Tas, begitu katanya. Tapi tas yang mana? Ada ratusan orang di kereta. Dan hampir semua mengenakan tas. apakah ia harus memeriksa setiap tas tersebut? Jelas itu tidak mungkin. Ia tak memiliki cukup waktu untuk itu.

Akhirnya Arup Basu memutuskan menyusuri gerbong tersebut, sambil memperhatikan setiap tas yang dikenakan para penumpang. Tak lupa telinganya tetap berjaga jikalau terdengar pembicaraan mencurigakan.


***
Meski ini merupakan salah satu bagian dari pekerjaannya, entah mengapa kali ini Arup Basu agak berat melaksanakan tugas yang dibebankan padanya kali ini. Jika bukan karena paksaan dari Vidya, istrinya, Arup mungkin akan memilih berdiam di rumah saja. Dengan perutnya yang semakin membesar, berat rasanya bagi Arup untuk meninggalkan istrinya itu seorang diri di rumah. Apalagi saat ini mendekati perayaan Puja Durga. Arup ingin sekali melihat istrinya itu mengenakan kain sari berwarna putih bergaris merah layaknya wanita-wanita lain di India.

“Sari putih bergaris merah? Kenapa aku harus mengenakannya?” tanya Vidya ketika ia mengutarakan keinginannya itu. Istrinya itu sedang bersandar dengan di nyaman di sofa, sambil memasukkan berbagai makanan ke mulutnya. Bagian perutnya yang menggelembung ditutupi dengan selimut.

“Tradisi. Setiap orang mengenakannya di hari terakhir Durga Puja,” jawab Arup sambil sibuk dengan pekerjaannya.

“Setiap orang? Laki-laki juga?” tanya Vidya lagi.

Arup menghela nafasnya sejenak. Kadang memerlukan energi yang lebih jika ia harus beradu argumen dengan istrinya tersebut.

“Aku akan membawakan satu untukmu begitu kembali dari Kolkata, Mrs. Basu. Dan percaya padaku. Kau akan terlihat sangat cantik mengenakannya,” balasnya akhirnya. 
Vidya kemudian melambaikan tangannya kepada Arup.

“Ada apa?”

Vidya tak menjawab. Namun tetap melambaikan tangannya. Arup akhirnya mengalah dan beranjak dari tempat duduknya.

“Ada apa?” tanyanya lagi. Kali ini ia sedang berdiri di samping istrinya.

Vidya kemudian memberikan tanda agar dia menunduk. Lagi-lagi Arup menurut saja.
“Jangan membuatku bosan, Mr. Vidya Basu. Lupakan ide tentang membuatku mengenakan kain sari. Pergilah ke Kolkata dan cepatlah kembali,” kata Vidya kemudian.

***
Tugas yang diberikan padanya kali ini sebenarnya merupakan sebuah tugas mendadak. Saat itu ia sedang menikmati hari-hari cutinya bersama Vidya yang sedang hamil besar. Sebuah telepon dari atasan membuatnya harus membatalkan rencana bersantai tersebut. Terlebih ternyata sang istri ternyata memaksanya untuk melaksanakan tugas.

“Aku tak ingin pergi ke Kolkata. Aku sedang liburan,” kata Arup. Berusaha merayu istrinya yang sedang mengemasi pakaian miliknya.

“Hanya dua minggu, Arup. Aku akan baik-baik saja. Kau menangis seperti bayi saja,” jawab Vidya tanpa terpengaruh.

“Kau bahkan mengemasi barangku?”

Vidya hanya tersenyum sambil tetap memasukkan pakaian Arup ke dalam Travel Bag.
“Ayolah, Vidya. Mereka akan menemukan penggantiku. Dan aku akan tetap berada di sini menjagamu. Memasak, mencuci..” Arup masih tak mau menyerah dengan usahanya.

Lagi-lagi Vidya hanya tersenyum dengan kelakuan Arup. Sambil mengelus lembut rambut Arup, ia kemudian berkata, “Itulah yang kutakutkan, Arup. Aku akan baik-baik saja. Pergilah.”

Kadang terbersit kebingungan di kepala Arup tentang kelakuan aneh istrinya. Istri-istri yang lain pasti akan meminta untuk ditemani suaminya jelang hari persalinannya.
Tapi Vidya, gadis cantik yang dinikahinya dua tahun lalu dalam upacara sederhana tersebut berbeda. Ia tampak begitu santai. Bahkan di saat suaminya mendapat tugas berbahaya seperti sekarang, Vidya bisa dengan tenangnya melepas kepergiannya. Seolah-olah ia bukan seseorang yang penting dalam hidupnya. 

Namun Arup tetaplah Arup, yang mencintai Vidya setengah mati. Karena itu meski dengan berat hati ia pergi menuju Kolkata untuk menyelesaikan tugasnya.   

***
Kereta yang Arup tumpangi sebentar lagi akan berhenti di stasiun Ravindra. Suasana dalam kereta masih sama seperti beberapa menit sebelumnya. Suara-suara yang saling bersahutan membuat Arup harus menajamkan pendengarannya. Matanya pun tak henti memperhatikan setiap tas yang ia lewati. Ia tak boleh lengah. Karena jika sedikit saja ia lengah, maka akan berakibat fatal pada seluruh penumpang kereta ini. Bahkan bisa jadi itu juga berakibat fatal bagi dirinya.

Suara dua wanita yang didengarnya ketika memasuki kereta masih terdengar. Juga anak-anak sekolah yang membicarakan game terbaru. Entah mengapa hatinya mengatakan kalau ia harus memperhatikan orang-orang tersebut.

“Kenapa anakmu menangis terus?” tanya seorang wanita paruh baya pada wanita yang duduk di sampingnya.

“Ia kehausan.” Jawab wanita yang ditanya.

“Lalu kenapa tidak kau susui anakmu?”

“Botol susunya tertinggal di rumah.”

Arup memutuskan meninggalkan dua wanita tersebut. Kecil kemungkinan salah satu dari wanita tersebut membawa barang yang dicarinya. Ia kemudian melanjutkan pencariannya.

“Kemarin aku membeli game baru. Call of Duty, Black Ops. Benar-benar game yang bagus,” kata seorang anak pada temannya.

“Hei, lihat! Bukankah itu Kushal?” Teman yang lain berkata.

Kemudian anak-anak tersebut beranjak dari tempat duduknya dan berjalan menuju anak yang mereka sebut Kushal tersebut.

Are, Kushal. Kenapa kau begitu ketakutan?”

Tanya anak yang satu.

“Berikan tasmu padaku. Kenapa kau takut?”

Anak yang lain bertanya.

“Apa yang kau sembunyikan dalam tasmu? Berikan pada kami. Kami tak akan melemparnya.”

Kali ini anak-anak tersebut berusaha merebut tas dari anak yang bernama Kushal tersebut.

Arup, yang melihat kejadian tersebut langsung menghampiri anak-anak tersebut. Langsung direbutnya tas yang berada di pangkuan Kushal dan memeriksa isinya. Sebuah botol terdapat dalam tas yang dipeluk Kushal. Dan botol itu kosong.

Sementara di belakangnya, sayup Arup mendengar pembicaraan kedua wanita sebelumnya.

“Aku akan turun di sini,” kata ibu dari bayi yang menangis. Kereta sudah tiba di stasiun Ravindra.

Are, are. Tasmu ketinggalan,” terdengar suara dari wanita kedua.

“Botol susumu ada di sini,” wanita kedua berkata lagi. Di tangannya kini terdapat sebuah botol susu.

Suasana kereta mendadak ramai karena pintu kereta telah dibuka. Orang-orang berebut untuk keluar dan masuk ke dalam kereta.

Tepat ketika botol susu akan berpindah tangan, seseorang menyenggol tubuh sang wanita. Botol susu terjatuh. Dan Arup terlambat menyadari kesalahannya. Begitu ia berbalik, dilihatnya isi dari botol susu tersebut menguap perlahan ke udara.

***
Ruby General Hospital, Kolkata
Vidya Basu menatap langit-langit kamar tempatnya berada sekarang. Tak ada siapa-siapa di ruangan tersebut. Ia sendirian. Benar-benar sendiri. Dari sudut matanya mengalir air mata yang belum mau berhenti sejak ia terbangun beberapa menit yang lalu. Masih jelas terekan dalam ingatannya bagaimana mimpi buruk itu terjadi.

“Arup gagal, Vidya,” Begitu kata Kapten Bajpal lewat telepon sehari sebelumnya.

“Apa maksudmu, Kapten?” tanya Vidya dengan nada cemas.

“Benda itu berhasil ditemukan. Sayangnya Arup terlambat melakukan tindakan.”

“Jadi...” Ketakutan mulai melanda Vidya.

“Dia meninggal bersama penumpang yang lain.”

“Tidak mungkin!! Kau pasti berbohong!!”

“Maafkan aku, Vidya. Aku pun berharap begitu. Kau bisa melihat beritanya di televisi sekarang.”

Telepon ditutup. Vidya langsung menyalakan televisi di hadapannya. Sebuah berita tentang tragedi yang terjadi di salah satu kereta di stasiun Kalighat langsung terpampang di hadapannya. Sang pembaca berita mengatakan kalau seluruh penumpang kereta tersebut meninggal akibat gas beracun. Seluruh penumpang.

***
Adegan beralih ke rumah sakit. Vidya berdiri menghadapi sesosok tubuh yang sudah terbujur kaku. Wajahnya tampan, dengan sedikit goresan luka di pipi kanannya. Memandang wajah tersebut mengingatkan Vidya pada kenangan-kenangan indah mereka. Pernikahan mereka yang sederhana. Vidya yang menunggu lelaki tersebut pulang dari pekerjaannya. Ucapan-ucapan terakhir pria itu sebelum kepergiannya ke Kolkata. Lalu mendadak semuanya gelap.

***
“Maafkan kami, Nyonya Basu. Bayi anda tak bisa kami selamatkan.”

Itulah kalimat pertama yang ia dengar begitu matanya terbuka. Entah berapa lama ia tak sadarkan diri. Satu jam? Dua jam? Atau mungkin sepanjang malam? Dirabanya bagian perutnya. Rata. Tak ada lagi gundukan besar yang menemaninya selama berbulan-bulan terakhir.

“Ini salahku. Semuanya salahku.” Vidya berkata dalam isak tangisnya. Di luar ruangan, Kapten Bajpal memandangnya dengan tatapan iba.

***
Catatan:
Sejak dulu saya ingin sekali menulis cerita dengan latar belakang India. Sebagai latihan, saya memilih menuliskan salah satu scene di film terbaru Vidya Baland yang berjudul Kahaani (Story), dengan beberapa modifikasi, tentunya. Filmnya sendiri bergenre thriller, dan kalau saya bilang sih, bagus banget :)

No comments:

Post Top Ad

Responsive Ads Here