Aini dan melahirkan anak sholeh - SAVING MY MEMORIES

Breaking

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Monday, July 26, 2010

Aini dan melahirkan anak sholeh

Nama gadis kecil itu Aini. Usianya kira-kira 7 tahun. Setiap kali melihat sosoknya di gang tempat saya tinggal, saya selalu terkagum-kagum dibuatnya. Saat ia bermain sepeda, berlari-lari dengan teman-temannya, bahkan ketika dia melepas mukena seusai shalat tarawih, kerudung kecilnya tak pernah lepas dari kepalanya. Tak pernah dia terlihat mengeluh dengan kerudung yang ia pakai. Tak pula merasa terepotkan dengan baju lengan panjang yang harus selalu dia kenakan setiap hari. Selalu lincah bemain-main bersama teman-temannya.

Melahirkan anak yang soleh, tentunya sudah menjadi impian semua orang tua. Dan anak, kadang merupakan cermin dari kedua orang tuanya. Maka ketika saya melihat Aini, tentu secara tidak langsung saya akan melihat siapa orang tuanya. Ayahnya adalah seorang guru mengaji di musholla di gang saya, juga mengajar sebagai guru agama di Sekolah Menengah Pertama. So, bisa dikatakan wajar jika Aini sudah dikenalkan pada agama sejak kecil. Tentang pentingnya menutup aurat bagi seorang perempuan. Dan menurut saya, jika seorang anak perempuan sudah dibiasakan menjaga diri sejak masih usia kanak-kanak, maka tentulah hal itu akan terus melekat hingga dia dewasa nantinya. 

Tentang anak yang sholeh, entah kenapa kadang saya merasa tanggung jawab untuk mendidik anak dilimpahkan pada seorang wanita. Lihat saja dari kata-kata yang sering digunakan. Melahirkan anak soleh, bukan menghasilkan. Yang mana jelas-jelas ditujukan pada kodrat seorang wanita. Dan memang sepertinya begitulah keadaannya. Karena kewajiban ayah adalah mencari nafkah untuk keluarga, yang tak bisa setiap waktu memantau perkembangan anaknya, maka otomatis guru pertama dari seorang anak, adalah ibunya. Karena itulah, sebagai seorang perempuan, yang insya Allah nantinya akan menjadi seorang ibu, saya memiliki kewajiban untuk menyiapkan diri sebaik-baiknya mulai dari sekarang. Memperkaya diri dengan berbagai ilmu, memperbaiki akhlak yang masih jauh dari indah, terutama belajar mengendalikan emosi yang sampai saat ini masih sulit dikontrol.

Lalu bagaimana dengan laki-laki? Tentu laki-laki juga memiliki peranan dalam menghasilkan anak soleh. Dari akhlaknya dan dari rezeki yang ia peroleh. Karena dari beberapa sumber, saya bisa ambil kesimpulan kalau sumber makanan yang masuk ke tubuh kita, akan berpengaruh generasi yang kita hasilkan. Ingat cerita tentang pemuda yang menemukan apel di sungai, lalu memakannya, dan sebagai akibatnya yang harus menikahi putri pemilik pohon apel tersebut hanya agar apel yang dia makan tidak menjadi haram? Dari pernikahan tersebut melahirkan seorang yang kita kenal sebagai Imam Syafi'i, tapi ada juga yang mengatakan beliau adalah Imam Hanafi. Wallahua'lam. Yang jelas cerita itu membuktikan kalau makanan yang kita makan juga berpengaruh pada generasi yang kita hasilkan nantinya. Dan karena kewajiban mencari rezeki jatuh pada laki-laki, maka kewajiban laki-laki adalah mencari rezeki yang halal bagi keluarganya.

Jadi kesimpulannya, untuk menghasilkan generasi yang baik, baik laki-laki ataupun perempuan harus mempersiapkan dirinya jauh sebelum pernikahan dilangsungkan. Baik itu berupa akhlak, ilmu, maupun sumber rezeki. Dan sebagai penutup, saya ingin ingin kembali mengutip ayat:

 "perempuan yang baik adalah untuk laki-laki yang baik. laki-laki yang baik adalah untuk perempuan yang baik"

Jika keduanya bertemu, insyaAllah akan menghasilkan keturunan yang baik pula. Just in my opinion :)

1 comment:

ivonie said...

Ugh.....jadi ingat dia pengen punya anak laki-laki dulu hehehe

Post Top Ad

Responsive Ads Here