[review] Sketsa - SAVING MY MEMORIES

Breaking

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Monday, December 19, 2011

[review] Sketsa


Sketsa bercerita tentang Katarina (Katrin), seorang arsitek yang salah satu desain rancangannya dicuri dan dibangun tanpa sepengetahuannya. Tidak terima dengan hal tersebut, Katrin memutuskan berhenti dari kantornya yang lama dan melamar pekerjaan di PT. Semesta Sentosa, perusahaan yang membangun desain miliknya. Di sana ia bertemu dengan Edwin -salah seorang petinggi perusahaan tersebut- dan secara tiba-tiba merasa kalau Edwin adalah belahan jiwa yang ia cari selama ini. Tentunya hal itu bukan masalah jikalau Katrin adalah seorang wanita lajang. Nyatanya, Katrin ternyata sudah tak sendiri lagi. Dia sudah menikah dengan Andri, salah seorang kawan kuliahnya. Di lain pihak, Edwin juga ternyata sudah bertunangan dengan Meisya. Meski sadar pernikahannya tidak berjalan dengan baik, namun tetap saja Katrin tak bisa begitu saja menurutkan perasaannya. Dan di saat memutuskan untuk memperjuangkan pernikahannya, tanpa diduga jalan seolah terbuka untuknya.

***

Membaca novel ketiga Ari Nur ini, mau tak mau membuat saya teringat pada novel pertamanya yang juga berlatar arsitektur, Diorama Sepasang Al Banna. Pengennya sih saya membandingkan antara dua novel ini. Tapi karena Diorama Sepasang Al Banna saya baca sekitar 5 tahun yang lalu, plus saya tak punya copy-nya, maka gagallah rencana saya tersebut.

Alasan saya ingin membandingkan antara kedua novel tersebut tak lain karena banyaknya pertanyaan yang muncul di benak saya selama membaca novel Sketsa ini. Mulai dari gaya penulisan yang dipilih, hingga dialog yang digunakan.


Meski harus saya akui Ari Nur cukup pintar dalam memainkan plot dalam ceritanya. Namun entah mengapa saya merasa tetap merasa kurang puas ketika membaca novel ini. Karakter dan penggambaran fisik yang tak jelas serta dialog-dialog antara Edwin dan Katrin yang terkesan kaku mungkin faktor utama dari ketidaknyamanan tersebut.

Bicara soal penggambaran fisik yang tak jelas, bisa dibilang ini adalah catatan terbesar saya terhadap novel ini. Bayangkan saya membaca buku nyari setebal lima ratus halaman tanpa tahu berapa umur si tokoh, bagaimana wajahnya, proporsi tubuhnya, dan semua hal yang bisa membantu saya untuk membangun imajinasi dalam otak saya tentang seorang Katrin.

I feel blind. 
 
Setelah saya pikirkan kembali, pemilihan desain cover yang hitam pekat mungkin menjadi salah satu faktor yang membuat saya merasakan "kebutaan" tersebut. Meski mungkin porsinya kecil (satu halaman), namun tidak bisa dipungkiri, desain cover menjadi pemikat pertama bagi sebuah buku. Selain itu cover buku juga bisa menjadi perwakilan dari isi cerita yang ada di dalamnya. Entah itu dalam bentuk siluet atau simbol-simbol yang digunakan pada cover. Jadi, ketika saya menemukan sebuah buku dengan cover berwarna hitam pekat, maka secara tokohnya,tidak langsung hal itu membutakan imajinasi saya akan isi dari buku tersebut.

No comments:

Post Top Ad

Responsive Ads Here