[Review] Anak Bajang Menggiring Angin - SAVING MY MEMORIES

Breaking

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Friday, December 9, 2011

[Review] Anak Bajang Menggiring Angin

Prabu Danareja, penguasa kerajaan Lokapala jatuh cinta pada Dewi Sukesi, putri Raja Sumali dari Alengka. Rasa cintanya yang begitu besar membuat Lokapala dirundung muram. Sayangnya untuk bisa mendapatkan Dewi Sukesi, Danareja harus bisa mengalahkan Arya Jambumangli, paman Dewi Sukesi. Berceritalah Prabu Danareja kepada Begawan Wisrawa, ayahnya. Rasa cinta yang begitu besar kepada putranya membuat Begawan Wisrawa menawarkan diri untuk turun tangan. Berangkatlah Begawan Wisrawa menuju Alengka, menemui Raja Sumali yang juga adalah sahabatnya, dan menyampaikan keinginannya melamar Dewi Sukesi untuk anaknya.

Namun meskipun keduanya bersahabat, Raja Sumali tetap tak bisa meluluskan permintaan Begawan Wisrawa. Hal ini disebabkan karena Dewi Sukesi hanya bersedia menyerahkan dirinya kepada orang yang bisa menguraikan makna Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu kepadanya. Demi kecintaannya kepada putranya, Begawan Wisrawa akhirnya menyetujui syarat tersebut. Sayangnya keduanya gagal dalam upaya menguraikan Sastra Jendra tersebut. Kegagalan yang akhirnya melahirkan sosok yang dikenal dengan nama Rahwana.

***


Retna Anjani, Guwarsa dan Guwarsi adalah putra-putri Resi Gotama. Ketika sedang bermain dengan burung dara, Retna Anjani mengeluarkan sebuah benda pusaka. Kedua kakaknya tanpa sengaja melihat benda pusaka tersebut dan menanyakannya kepada Retna Anjani. Takut rahasianya ketahuan, Retna Anjani berlari mendatangi ayahnya. Rupanya benda pusaka tersebut adalah cupu manik astagina, cupu milik leluhur para dewa. Mengetahui hal tersebut, Guwarsa dan Guwarsi pun mengingikan cupu tersebut. Resi Gotama pun bertanya dari mana Retna Anjani memperoleh benda tersebut. Dan setelah mengetahui kalau Retna Anjani memperoleh cupu tersebut dari ibunya, Resi Gotama pun menanyakan hal yang sama kepada istrinya tersebut. Sayangnya Dewi Windradi tidak bersedia memberi tahu dari mana ia memperoleh cupu manik astagina tersebut. Marah, Resi Gotama pun mengucapkan sumpah kepada Dewi Windradi yang membuatnya berubah menjadi batu, kemudian tugu batu jelmaan Dewi Windradi tersebut dilemparkannya ke Alengka. Belum cukup, dilemparkannya cupu manik astagina ke udara, yang kemudia menjadi Telaga Nirmala dan Telaga Sumala.

Singkat cerita, Guwarsa dan Guwarsi pergi mengejar cupu manik astagina, sementara Retna Anjani mengikuti mereka. Sesampai di Telaga Sumala, ketiganya berubah menjadi kera. Dalam rupa kera tersebut mereka bertiga diminta untuk bertapa. Guwarsa -yang berganti nama menjadi Subali- melakukan tapa ngalong, Guwarsi -yang juga berganti nama menjadi Sugriwa- melakukan tapa ngidang, sedang Retna Anjani melakukan tapa nyatuka. Dalam tapa nyatuka-nya inilah Retna Anjani akhirnya dianugerahi seorang anak berwujud kerap putih yang diberi nama Anoman.

***
Dasarata, raja Ayodya berburu ke hutan. Dalam perburuannya tersebut tanpa sengaja ia membunuh seorang lelaki yang menjadi tulang punggung kedua orang tuanya. Dengan penuh penyesalan, Dasarata membawa mayat anak lelaki tersebut ke hadapan orang tuanya. Namun rupanya penyesalan yang besar tak cukup untuk menebus kesalahan yang dilakukan Dasarata. Dalam kesedihannya, kedua orang tua tersebut akhirnya menyusul kematian putra satu-satunya. Sesaat sesudah menghilannya jasad tiga orang tersebut, terdengarlah suara dari langit yang menyebutkan bahwa Dasarata kelak akan dipisahkan dari putranya yang tercinta, bukan oleh pedang atau panah, melainkan karena seorang wanita.

Usai peristiwa tersebut Dasarata kembali ke Ayodya, memerintah negerinya dengan bijaksana. Sayangnya meski sudah bertahun-tahun memerintah, Dasarata belum juga dikaruniai seorang anak pun dari ketiga istrinya. Maka dilakukanlah pemujaan besar kepada Dewa. Pemujaan berhasil. Ketiga istri Dasarata, Dewi Sukasalya, Dewi Kekayi dan Dewi Sumitra secara bersamaan mengandung. Kelak dari ketiga istri Dasarata tersebut lahirlah Ramawijaya, Barata, dan si kembar Laksmana dan Satrugna.


***

Saya mengetahui kisah Ramayana ketika serial versi Indianya ditayangkan di salah satu televisi swasta belasan tahun lalu. Tak banyak yang saya ketahui tentang kisah Ramayana kala itu. Yang saya ketahui Ramayana bercerita tentang upaya Rama dalam membebaskan istrinya, Sinta dari cengkeraman Rahwana.

Pertama kali saya mengetahui buku ini adalah ketika membaca salah satu MEME milik Ardian, yang menyebutkan kalau buku ini adalah buku Indonesia terbaik yang pernah ia baca. Beberapa bulan kemudian, saya akhirnya menemukan buku ini di Gramedia. Namun karena keterbatasan dana membuat saya mengurungkan niat untuk membeli buku tersebut. Sampai akhirnya ketika sedang mengisi waktu menunggu pemutaran Harry Potter, saya menemukan buku ini dalam keadaan tak bersampul. Tanpa pikir panjang saya duduk di salah satu bangku yang disediakan di Gramedia dan mulai membaca.

Sejak halaman pertama saya disuguhi kalimat-kalimat dengan penuh perumpamaan yang ajaibnya membuat saya jatuh cinta. Halaman demi halaman berlalu tanpa saya sadari. Sampai pada bab ketika Rama menikahi Sinta, saya memutuskan berhenti dan mengembalikan buku ini ke raknya. Siapa sangka dua minggu kemudian saya kembali ke Gramedia untuk membeli buku ini.

Banyak filosofi menarik yang saya dapatkan selama membaca buku ini. Tentang kepemimpinan, kebijaksanaan, juga tentang cinta. Misalnya ketika Rama memberi wejangan kepada Barata adiknya, yang dengan terpaksa menggantikan kedudukannya sebagai raja Ayodya selama Rama dalam pengasingan.


"Barata, apakah satu-satunya milik rakyat yang paling berharga dan bernilai, kalau bukan kebebasannya. Kalau mereka mengangkatmu menjadi raja, berarti mereka rela menyerahkan sebagian dari milik mereka satu-satunya itu. Janganlah kau sia-siakan pemberian rakyatmu itu, hargailah dan hormatilah. Dengan demikian tugasmu sebagai raja bukan pertama-tama untuk memerintah, melainkan untuk menyuburkan hidup mereka sebagai manusia, yakni manusia yang berkembang kebebasannya." (hal. 130)

Atau ketika Laksmana menasehati kakaknya yang sedang bersedih karena kehilangan Sinta.

"Kakakku, adakah kelopak bunga mekar kalau belum musimnya? Dan masakan mega mengisi angkasa kalau tiada maksudnya? Siapakah yang mempertemukan cinta lelaki dan perempuan kalau bukan perpisahan? Hidup ini beredar Kakakku, bagaikan angin Dewa Bayu. Dalam kehidupan yang berjalan inilah pertemuan dan perpisahan beradu." (hal. 172).

Sisi menarik lainnya, Rama, yang selalu saya anggap sebagai tokoh utama Ramayana digambarkan sebagai sosok yang penuh keraguan dan agak sedikit gegabah. Dia sempat meragukan kesetian Sinta selama dalam cengkeraman Rahwana. Ketika sadar akan keraguannya yang salah tersebut dia malah berniat mengeringkan air laut dengan panah saktinya. Jika saja tak ada Laksmana di sampingnya, juga Anoman serta Wibisana, mungkin Rama takkan pernah berhasil dalam menjalankan tugasnya.

Bisa dibilang ini adalah salah satu buku terbaik yang saya baca tahun ini :)

No comments:

Post Top Ad

Responsive Ads Here